Selama lebih dari tiga dekade, cadangan gas bumi yang diolah menjadi LNG di tanah air telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Namun pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik sebagai pengganti BBM belum bisa dioptimalkan mengingat belum tersedianya infrastruktur terminal penerimaan LNG. Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Menteri BUMN melalui surat nomor 5-269/MBU/2008 tertanggal 21 April 2008, kemudian membentuk konsorsium yang terdiri dari PT PLN, PT Pertamina, dan PT Perusahaan Gas Negara untuk membangun dan mengoperasikan Terminal Penerimaan LNG. Pada perkembangannya, PLN memutuskan menarik diri dan wacana pembangunan Land Based LNG Receiving Terminal akhirnya dikaji ulang dan digantikan dengan Floating Storage & Regasification Unit (FSRU) yang dianggap memiliki kelebihan antara lain seperti:
- Masa konstruksi cukup pendek yaitu dua tahun dan menggunakan teknologi yang telah teruji.
- Menghindari potensi masalah pembebasan lahan.
- Perizinan tidak memerlukan waktu lama.
- Lebih ekonomis dibandingkan dengan Land Based LNG Receiving Terminal.
- Lebih mudah dikendalikan dari aspek keselamatan dan keamanan karena tidak banyak memerlukan fasilitas di darat.
- Proses pemindahan LNG dari kapal pengangkut LNG dapat dilakukan di laut sehingga tidak memerlukan dermaga khusus.
- Mudah dimobilisasi ke tempat lain bila sudah tidak diperlukan lagi.
- Memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah.